Ini adalah kali keduanya saya nulis di blog ini tentang masalah yang sama. Sebelumnya saya pernah posting di sini beberapa waktu yang lalu dan entah mengapa jari-jari saya merasa gatel untuk menulis ulang topik ini. Kuping saya panas dan hati saya pun telah muak bahkan gerah sudah mendengar komentar orang-orang yang bisanya hanya omdo, omong doang bantu kagak. Orang-orang yang terlalu kepo. Mereka yang saya maksud di sini adalah mereka yang statusnya keluarga bukan dimana gak ada hubungan darah setetes pun. Jika yang kepo itu adalah keluarga bahkan saudara saya sendiri, okelah saya sih gak masalah karena mereka adalah keluarga dan saya maklumi itu tapi ini orang-orang yang bagi saya tak perlulah mereka tau banyak bahkan mengurusi hidup pribadi saya meski sebenarnya mungkin mereka juga care pada saya tapi entahlah bagi saya cukup sudah my life is mine, gitu.

Merujuk pada postingan saya yang lalu dimana saya benci banget sama pertanyaan bodoh dimana saya sendiri tak tau bahkan tak punya jawabannya mau jawab apa yang ada hanya dongkol di hati sambil bergumam “please deh penting ya ngurusin hidup saya” walau mungkin niat mereka baik tapi tetap saja secara tidak langsung menyakitkan saudara-saudara.

“kapan menikah?” “kapan lagi usia udah 30 tapi kok belum juga dilamar?” “mbak kenapa belum menikah?” bahkan ada yang nanya begini nih “mbak gak kepingin apa menikah?”

Whuaaaaaaa……. menangis hati saya mendengar ucapan beginian. Simple, padat, jelas dan langsung ngena menghujam jantung. It make’s me semakin under pressure. Saya seakan dikejar-kejar oleh waktu, stress.

Hello….. siapa sih yang gak kepingin dilamar, menikah terus punya keluarga kecil yang bahagia. Saya juga mau kali tapi ya ini semua di luar kuasa saya. Bukannya jodoh, rejeki dan kematian itu adalah rahasia Allah. Apa harus saya marah-marah sama Allah jika saat ini saya masih melajang. Apa perlu saya memaksa Allah untuk nikahkan saya juga dan tak tau entah dengan siapa orangnya. Gak mungkin juga kan menikah dengan sembarang orang. Menikah bukan hanya untuk sehari dua hari tapi saya menginginkan pernikahan yang hanya sekali seumur hidup hingga kematian memisahkan. Sampai saya menangis darah pun jika Allah belum berkehendak ya bersabar saja. Adakah gunanya jika saya mencak-mencak kepada Allah? yang ada saya malah dimurkai ntar. Nauzubillah minzalik

Pertanyaan-pertanyaan itu tanpa mereka sadari telah membuat saya down, stress, gak percaya diri bahkan minder dengan usia yang semakin beranjak naik. Semakin dipikirkan maka akan semakin sakit hati. Saya merasa gak nyaman, gak bahagia bahkan terbebani. Bisa-bisa gila saya dibuatnya. Sedih, murung dan menyalahkan diri sendiri. Apa yang kurang di diri saya. Apa salah saya. Kesalahan apa yang telah saya perbuat hingga saya begini. Apakah Allah sedang marah kepada saya. Tanpa disengaja saya telah menekuk wajah, melupakan senyum dan tak ada tatapan riang dari kedua bola mata saya 😦

Ketika mendapati undangan pernikahan teman, saya merasa bahagia dan sekaligus juga merasa sakit hati. Iri melihat teman yang akhirnya bisa menikah, keki yang seharusnya duduk di pelaminan itu seharunya saya dan bukan dia. Tak terima dengan senyum-senyum bahagia kedua mempelai. Saya seperti orang jahat yang menyimpan kebusukan di hati dan setan pun tertawa puas atas sifat buruk saya.

***

Ada hikmah dibalik ujian, saya sih positif thinking aja. Mungkin Allah menginginkan saya bersabar terlebih dahulu hingga pada waktunya ia memberikan saya seseorang yang tepat dimana tanggal pernikahan itu tiba. Seorang pendamping dimana sayalah tulang rusuknya yang terpisahkan. Saya percaya saat ini Allah sedang menguji saya agar saya lebih banyak belajar bersabar, belajar untuk memperbesar rasa pengertian saya terhadap pasangan. Belajar agar saya tidak egois, tidak keras kepala, belajar agar saya mampu mengendalikan emosi bahkan waktu bagi saya untuk belajar menjadi calon istri dan ibu yang baik kelak agar rumah tangga yang sakinah mawadah dan warahmah bisa saya dapatkan. Aamiin….

Satu hal lagi mungkin ini juga waktu bagi saya untuk lebih banyak belajar memasak. Sampai saat ini ilmu memasak saya masih pada level rendah dan jujur saja saya malu jika harus menghidangkan masakan saya dihadapan pasangan saya kelak. Gak pede dan merasa minder dengan masakan ibu yang jauh lebih jago.

Intinya dari masa kelajangan ini saya mengambil hikmah bahwa Allah sedang mengajarkan agar saya lebih banyak lagi belajar tentang ilmu berumah tangga sebelum saya benar-benar berumah tangga. Yah mudah-mudahan saja saya mampu menjadi istri dan ibu yang baik kelak bagi calon suami dan anak-anak saya. Aamiin…..

Masalah jodoh saya serahkan sepenuhnya kepada Allah, saya hanya diberi tugas oleh Nya untuk belajar. Saya percaya Allah sedang menyiapkan jodoh terbaik buat saya. Ini hanya salah satu bentuk kecil dari rahasia Allah yang pasti ada hikmah dibalik sebuah rahasia jadi berhentilah melontarkan pertanyaan-pertanyaan bodoh salah alamat tadi kepada saya. Pertanyaan yang jelas-jelas salah alamat karena hanya Allah yang tau jawabannya.