Tidak bisa kita pungkiri kadang hubungan antara dua orang anak manusia, laki-laki dan perempuan pada masa tertentu mengalami pasang surut. Ketika terbentur suatu masalah laki-laki yang katanya lebih menggunakan rasionya dan perempuan lebih menggunakan perasaannya (bukan berarti perempuan ngak bisa mikir ya…) πŸ˜‰ Penyebab masalahnya macam-macam tapi jika diurut dari pangkal permasalahannya sebagian besar adalah miss comunication alias ngak nyambung (sok tau mode:on) πŸ˜› Si A mikirnya begini tapi sama si B nanggepnya begitu, atau si B minta si A begitu tapi si A malah bersikap begono. Jika keduanya sama-sama menanggapinya dengan emosi maka ngak akan pernah ketemu sama titik temunya.

Sering kita dengar istilah men are from mars and women are from venus bahwa sesungguhnya laki-laki dan perempuan itu sangat berbeda, dari bentuk fisiknya dan juga isi kepalanya. Dunia perempuan berbanding terbalik dengan dunianya penduduk mars. Tak heran seringkali apa yang dipikirkan oleh kedua belah pihak bertolak belakang. Ditambah lagi masing-masing manusia sudah dari sononya membawa sifat egoisme. Untuk menjembataninya tinggal bagaimana keduanya bisa mengatur egonya agar tercipta hubungan yang harmonis.

Solusi untuk menghadapi persoalan ini adalah komunikasi dan rasa saling menghargai. Jika keduanya sama-sama keras kepala maka sudah diperkirakan hubungan itu akan sulit bertahan lama, jauh dari kata harmonis. Hari-hari diisi dengan perselisihan.

Orang yang sudah hidup berumah tangga aja masih diwarnai perselisihan, apalagi yang belum menikah. Sama seperti saya dan Panda. Ada masanya kami mengalami pertengkaran. Saya yang katanya cemburuan seringkali menaruh curiga dan berprasangka buruk pada dia. Memvonis dia bersalah padahal jelas-jelas dia tak bersalah mungkin ini karena pengalaman buruk saya di masa lalu hingga meninggalkan luka yang membekas.

Saya yang tak suka menyimpan masalah berlama-lama maunya saat itu juga permasalahan harus segera diselesaikan tapi Panda yang melihat saya yang sedang berselimutkan emosi lebih memilih untuk diam sejenak hingga hati kembali dingin (emangnya enak apa didiemin 😦 ) Di dalam kediaman inilah kami berdua sama-sama berpikir dan saling intropeksi diri.

Saya sadar jika kami berdua sama-sama menuruti emosi sesaat mungkin sudah sejak lama kami berpisah apalagi LDR yang rentan dengan perpisahan. Berjalan pada satu rel yang sama dengan menyamakan visi dan misi dengan menyatukan perbedaan-perbedaan. Dengannya saya belajar Β menjadi seorang Yuli yang lebih baik lagi dan membuang jauh segala sifat buruk saya termasuk mengesampingkan egoisme.

Sekian lama bersamanya saya semakin menyadari bahwa komunikasi dan sikap saling menghargai harus terus dipupuk agar tak menyesal di kemudian hari.

*****

catatan ngak penting : I’m back now… thanks for visiting my blog πŸ˜›